Pengertian Resesi

Resesi adalah kata yang sering dibicarakan akhir-akhir ini terkait kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang minus di tengah pandemi corona. Pandemi virus corona yang terjadi memengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia, tidak terkecuali sektor ekonomi.

Resesi dapat menyebabkan menurunnya secara simultan semua kegiatan ekonomi, misalnya lapangan kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan. Resesi biasanya diasosiasikan dengan turunnya harga (deflasi), atau kebalikannya, meningkatnya hagar secara drastis (inflasi) dalam proses yang disebut sebagai stagflasi.

Resesi ini tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan di negara lainnya seperti Di antaranya Amerika Serikat, Jerman, Hong Kong, Singapura, dan Korea Selatan. Biro Riset Ekonomi Nasional mendefinisikan resesi sebagai periode jatuhnya aktivitas ekonomi yang tersebar di seluruh ekonomi, berlangsung lebih dari beberapa bulan.

Sedangkan dalam ilmu ekonomi Makro, resesi adalah keadaan dimana produk domestik bruto (GDP) menurun atau pada saat pertumbuhan ekonomi ini bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun.

Secara umum, pengertian resesi adalah kondisi ekonomi yang mengalami penurunan secara signifikan secara terus-menerus selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

Pengertian Resesi Menurut Para Ahli

Berikut beberapa pengertian resesi menurut para ahli:

1. Forbes

Resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.

2. Julius Shiskin

Resesi adalah penurunan PDB selama dua kuartal berturut-turut. Definisi itu yang sampai sekarang masih jadi standar umum apabila membahas arti resesi. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Pengertian Resesi adalah periode penururan ekonomi dimana perdagangan dan aktivitas industri berkurang yang ditandai dengan penuruan PDB dalam dua kuartal berturut turut.

Negara dikatakan mengalami resesi apabila ekonomi suatu negara mengalami produk domestik bruto negatif (PDB) negatif, tingkat pengangguran meningkat, penurunan penjualan ritel, dan kontraksi ukuran pendapatan dan manufaktur untuk periode waktu yang panjang. Resesi sendiri dianggap sebagai sesuatu yang tak terhindarkan, baik dalam siklus bisnis maupun perekonomian sebuah negara.

Akibat Resesi

Berikut merupakan beberapa akibat dari resesi internasional pada perekonomian Indonesia, antara lain:

  1. Harga minyak bumi tidak bisa naik tetapi semakin menurun
  2. Banyak komiditi ekspor mulai mengalami harga turun dan jumlah eksport terkena dan juga komoditi lainnya seperti lada, kopi, tapioka, rotan, bijih nikel, bauksit, dan sebagainya terlihat menurun dari segi harganya.
  3. Nilai hasil ekspor nonmigas dalam ukuran nyata bisa disebut akan menurun sedikit dan memilki kecenderungan akan berjalan terus.
  4. Hasil ekspor barang industri misalnya tekstil juga mengalami kendala sebab proteksionisme di luar negeri.
  5. Resesi duna masih berlanjut, baik di negara Amerika ataupun Eropa dan Jepang. Akibat permintaan terhadap barang ekspor Indonesia tidak meningkat, bahakan menurun.
  6. Tingkat bunga di Amerika tinggi. Hal ini mengakibatkan dolar kembali ke Amerika; kedudukan $ yang tinggi daripada rupiah, ekspor Indonesia menjadi lebih berat untuk bersaing di pasar luar negeri.
  7. Menurunnya harga minyak adalah suatu pukulan berat untuk perekonomian Indonesia, dana untuk pembangunan, yang dulu diambil dari penerimaan migas, sangat menurun.
  8. Ekspor non migas juga terkena imbasnya, tidak meninggkat seperti yang diharapkan belum bisa untuk mengimbangi kerugian karena menurunnya harga minyak
  9. Cabang industri dalam negeri yang menurun antara lain pada industri tekstil, otomotif, elektronika, bangunan atau konstruksi.

Penyebab Resesi Ekonomi

Berikut adalah beberapa penyebab terjadinya resesi ekonomi, diantaranya:

1. Guncangan ekonomi yang tiba-tiba

Wabah virus corona yang sangat memengaruhi sektor ekonomi di seluruh dunia merupakan contoh dari goncangan ekonomi yang tiba-tiba. Karena berbagai pembatan sosial membuat aktivitas ekonomi pun jadi sangat terhambat.

2. Utang yang berlebihan

Jumlah utang yang terlalu banyak baik utang individu atau dunia usaha, akan menyebabkan potensi gagal bayar utang yang tinggi. Terjadinya gagal bayar ini lah yang membuat kebangkrutan dan membalikkan perekonomian.

3. Gelembung aset

Investasi berlebihan di pasar saham atau real estate diibaratkan seperti gelembung yang bisa membesar. Ketika gelembung meletus, makan akan terjadi penjualan dadakan yang dapat menghancurkan pasar sehingga menyebabkan resesi.

4. Terlalu banyak inflasi

Inflasi adalah tren harga yang stabil dan naik dari waktu ke waktu. Inflasi bukanlah hal yang buruk, tetapi inflasi yang berlebihan adalah fenomena yang tentu berbahaya. Bank sentral mengendalikan inflasi dengan menaikkan suku bunga sehingga dapat menekan kegiatan ekonomi.

5. Terlalu banyak deflasi

Deflasi adalah ketika harga turun dari waktu ke waktu yang menyebabkan upah berkontraksi dan selanjutnya akan menekan harga. Ketika siklus deflasi tidak terkendali, maka akan terjadi penuruan tingkat pembelian/pembelanjaan yang membuat ekonomi menurun karena adanya salah satu kegiatan ekonomi yang tidak berjalan dengan baik.

6. Perubahan teknologi

Penemuan baru meningkatkan produktivitas dan membantu perekonomian dalam jangka panjang, tetapi mungkin ada periode jangka pendek penyesuaian terhadap terobosan teknologi.

Pada abad ke-19, Revolusi Industri membuat seluruh profesi tergusur teknologi, memicu resesi dan masa-masa sulit. Saat ini, beberapa ekonom khawatir bahwa AI dan robot dapat menyebabkan resesi dengan menghilangkan seluruh kategori pekerjaan.

Cara Mengatasi Resesi Ekonomi

Resesi sejatinya bukan hal yang bisa dihindari, namun dapat diminimalisir dengan melakukan beberapa hal yang akan membuat suatu negara mampu mengatasi resesi ekonimi ini.

Dampak resesi ekonomi sendiri akan berimbas terhadap neraca pembayaran dari sisi ekspor ataupun impor, serta pengaruh pada pasar saham dan pasar uang. Dari beberapa dampak yang dapat diindentifikasi tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan fiskal, seperti berikut ini:

1. Penurunan BEA masuk

Penurunan bea masuk serta pemberian subsidi dan menciptakan insentif supaya perusahaan atau sektor usaha tidak terbebani terlalu besar. Sehingga kegiatan ekonomi dapat tetap diusahan untuk berjalan sebagaimana mestinya.

2. Mempertahankan suku bunga

Sedangkan di bidang moneter Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan BI rate pada level 9,5. Hal ini dilakukan BI supaya bisa meraih keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dengan usaha menjaga stabilitas moneter.

Di Indonesia, tekanan inflasi mulai mereda, meskipun laju inflasi memang masih cukup tinggi mencapai 11,77% year on year. BI tidak mengubah BI rate dengan memprioritaskan menahan ekspektasi inflasi dan juga menjaga kurs rup supaya tidak melemah makin dalam.

Namun walau begitu Indonesia harus bersiap mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi yang lebih dalam jika gelombang kedua Covid-19 terjadi. Kontraksi ekonomi akan berimplikasi terhadap proses pemulihan yang semakin sulit dan memerlukan waktu lama.

Dalam laporan World Economy on a Tightrope, OECD memperingatkan pemerintah untuk berhati-hati melonggarkan pembatasan sosial karena jalan menuju pemulihan ekonomi masih sangat tidak pasti dan rentan terhadap gelombang infeksi kedua Covid-19. Konsekuensi pemulihannya akan lebih berat dan lama. Risiko gelombang kedua Covid-19 juga menghantui hampir semua negara di dunia.

Indikator Resesi

Indikator yang paling penting adalah PDB riil. Ketika tingkat pertumbuhan PDB riil berubah negatif, hal tersebut menandakan resesi. Namun terkadang pertumbuhan akan negatif kemudian berubah positif di kuartal berikutnya.

Melalui lima indikator resesi ini akan memberikan perkiraan pertumbuhan ekonomi yang lebih tepat waktu. Ketika indikator ekonomi menurun, GDP juga akan turun. Berikut adalah indikator yang harus diperhatikan agar Anda mengetahui kapan ekonomi berada dalam resesi.

  1. Penghasilan riil mengukur pendapatan pribadi yang disesuaikan dengan inflasi. Pembayaran transfer, seperti Jaminan Sosial dan pembayaran kesejahteraan, juga dihapus. Ketika pendapatan riil menurun, itu mengurangi pembelian dan permintaan konsumen.
  2. Pekerjaan yang diukur dengan laporan pekerjaan bulanan. Berikut analisis statistik pekerjaan saat ini.
  3. Kesehatan sektor manufaktur, sebagaimana diukur oleh Laporan Produksi Industri.
  4. Penjualan manufaktur dan grosir-eceran disesuaikan dengan inflasi.
  5. NBER juga melihat perkiraan bulanan PDB yang disediakan oleh Penasihat Ekonomi Makro.

Pasar saham bukan merupakan indikator resesi. Harga saham mencerminkan pendapatan yang diantisipasi dari perusahaan publik. Ekspektasi investor terkadang terlalu optimis dan terkadang terlalu pesimistis.

Ini membuat pasar saham lebih fluktuatif daripada ekonomi. Ketika ada resesi, pasar saham memasuki pasar beruang yang ditunjukkan oleh penurunan 20%. Sebuah kehancuran pasar saham juga dapat menyebabkan resesi karena sejumlah besar investor kehilangan kepercayaan terhadap ekonomi.

Contoh Resesi

Berikut merupakan beberapa contoh dari resesi, diantaranya:

  1. Pada 2008, PDB mengalami kontraksi 2,1% pada kuartal ketiga dan 8,4% pada kuartal keempat. Pada tahun 2009, ia mengalami kontraksi 4,4% pada kuartal pertama dan 0,6% pada kuartal kedua.
  2. Pengangguran naik menjadi 10% pada Oktober 2009.
  3. Harga rumah turun 10%.
    NBER mengumumkan Resesi Hebat pada kuartal ketiga 2009. Itu adalah resesi terburuk sejak Depresi Hebat, dengan lima perempat kontraksi ekonomi, empat di antaranya berturut-turut, pada 2008 dan 2009. Itu juga merupakan resesi terpanjang, yang bertahan selama ±18 bulan.

Demikian pembahasan mengenai Pengertian Resesi, Akibat, Penyebab, Cara Mengatasi, Indikator dan Contoh Resesi. Semoga informasi yang dimuat dalam artikel ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *