Teropong.id – SETELAH beberapa tahun penuh tantangan karena harus menghadapi karantina dan pembatasan perjalanan, orang-orang kini kembali menjelajahi berbagai belahan dunia. Keluarga berkumpul, dan para turis mengunjungi berbagai tempat wisata.

Namun, kenikmatan perjalanan panjang sering kali datang dengan konsekuensi yang tidak diinginkan, yaitu jet lag. Hal ini dapat menyulitkan para wisatawan yang ingin menikmati liburan mereka dan menyesuaikan diri dengan rutinitas mereka setelah kembali.

Apa yang menyebabkan jet lag, dan adakah cara untuk mengurangi dampaknya?

Sebelum terbang dengan pesawat untuk mudik Lebaran 2023, Okezoners perlu menyimak ulasannya seputar jet lag sebagaimana dilansir dari CNN Travel.

Apa yang menyebabkan jet lag?

Istilah jet lag menjelaskan tentang gejala fisik dan psikis yang dialami seseorang saat mereka bepergian dengan cepat melintasi berbagai zona waktu.

Sebelum seseorang melakukan perjalanan, mereka akan disinkronkan dengan zona waktu setempat. Saat berpindah ke zona waktu baru, ritme tubuh yang ada sudah tidak sesuai dengan jam zona waktu lama.

Pada saat inilah gejala jet lag muncul. Orang merasa mengantuk saat harus terjaga, dan terjaga saat harus tidur. Selain itu, terjadi ketidaknyamanan fisik seperti lapar di tengah malam, serta mual jika makan di siang hari.

Selama tubuh dan ritme biologis manusia belum menyatu dengan waktu setempat yang baru, maka secara fisiologis dan mental seseorang akan mengalami gangguan. Tentu saja, hal ini akan sangat mengganggu kenyamanan liburan.

Jet lag tidak sama bagi sebagian orang

Menariknya, pengalaman jet lag bervariasi di antara orang-orang. Hal ini karena setiap orang memiliki ritme tubuh yang berbeda-beda.

Mayoritas orang memiliki siklus harian alami sekitar 24,2 jam. Jika seseorang tinggal di gua dan tidak melihat cahaya, siklus tidur/bangun dan ritme harian lainnya akan berdetak sekitar 24,2 jam. Peneliti berpikir bahwa ini adalah adaptasi evolusioner yang memungkinkan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan panjang hari yang berbeda sepanjang tahun.

Namun, beberapa orang memiliki siklus yang sedikit lebih panjang daripada yang lain, dan hal ini mungkin berperan dalam bagaimana seseorang mengalami jet lag.

Penelitian menunjukkan, jika seseorang memiliki siklus yang panjang, maka akan lebih cepat juga menyesuaikan diri dengan perjalanan ke arah barat, seperti dari Australia ke Afrika Selatan. Namun, siklus yang lebih pendek belum tentu membantu perjalanan ke arah sebaliknya.

Dengan bertambahnya usia, kekuatan seseorang juga cenderung menurun. Oleh karena itu, orang yang sudah tua dapat mengalami gejala jet lag yang lebih parah.

Apakah arah perjalanan itu penting?

Secara umum, banyak orang berpendapat bahwa melakukan perjalanan ke arah barat, di mana waktu terasa “diperpanjang”, cenderung sedikit lebih mudah dilakukan.

Sebagai contoh, Adi dan Ishak berangkat bersama dari Adelaide. Adi tiba di Perth pada sore hari dengan perbedaan waktu setempat 2,5 jam lebih cepat. Setelah mengunjungi beberapa tempat dan tidur dengan mudah sekitar pukul 20.30 waktu setempat, Adi bangun pagi dan memulai hari barunya.

Karena jam tubuh Adi secara alami mengalami keterlambatan dengan waktu setempat, setelah beberapa hari dia akan sepenuhnya tersinkronisasi.

Sementara itu, Ishak mendarat di Auckland sekitar 2,5 jam lebih lambat. Dia memanfaatkan malam yang sejuk hingga terjaga pukul 2 pagi. Dia kemudian berjuang untuk bangun dari tidurnya saat alarm berbunyi pada pukul 7 pagi.

Karena jam tubuhnya masih menunjukkan pukul 04.30 pagi, Ishak kemungkinan akan merasakan efek jet lag lebih parah dan lebih lama daripada Adi.

Apakah jet lag hanya efek ‘psikologis’?

Beberapa orang berpendapat bahwa jet lag hanya ada di kepalanya. Di satu sisi memang benar, karena itu adalah ketidaksesuaian antara waktu internal tubuh (yang ditentukan otak) dengan waktu lokal.

Namun, bukan berarti seseorang bisa mengelak dari jet lag. Lebih baik dianggap sebagai kondisi fisiologis, daripada kondisi psikologis.

Untungnya, ada 6 cara sederhana untuk membantu meringankan gejala jet lag dan membantu jam tubuh menyesuaikan diri. Hal ini juga sangat penting bagi para atlet profesional yang melakukan perjalanan jauh untuk bertanding.

Berikut caranya.

1. Putuskan perlu atau tidaknya beradaptasi dengan waktu yang baru

Jika perjalanan sebentar, mungkin lebih masuk akal untuk tetap menggunakan waktu lokal. Jika lebih dari tiga hari, mulailah secara sadar memindahkan ritme tubuh, seperti saat tidur, makan, berolahraga, dan berjemur ke zona waktu yang baru.

2. Mulai coba ubah jam tubuh

Jika ingin mengubah jam tubuh, mulailah dari dalam pesawat. Setel jam tangan ke zona waktu tujuan dan susun aktivitas sesuai dengan zona waktu yang baru.

3. Kurangi asupan kafein dan alkohol selama perjalanan

Hal ini akan lebih baik untuk tidur dan tetap terhidrasi. Ini juga akan membantu menyesuaikan jam tubuh dengan zona waktu yang baru.

4. Tidur pada malam hari pada zona waktu lokal

Saat menyesuaikan diri dengan zona waktu baru, cobalah untuk tidur malam mengikuti zona waktu lokal dan beristirahat ketika perlu di waktu lain. Tidur siang singkat dapat memberi energi untuk menjalani aktivitas siang dan malam hari.

Usahakan untuk tidur siang sekitar 30 menit dan hindari tidur siang di hari saat mendekati waktu tidur yang sebenarnya.

5. Pilih porsi makan kecil dan makan saat lapar

Ketidaknyamanan pencernaan merupakan gejala jet lag. Pilihlah porsi makan kecil dan makan saat sudah lapar untuk mencegah terjadinya masalah pencernaan saat bepergian. Tubuh akan memberitahu ketika sudah lapar.

6. Berjemur dengan zona waktu baru

Sinar matahari merupakan kunci untuk menyesuaikan diri dengan zona waktu baru. Tergantung pada perubahan zona waktu yang dialami, aktivitas di luar ruangan dengan waktu yang tepat akan membantu adaptasi seperti yang dikutip dari okezone.com. (fsn/rel)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *