AMTI Silaturahmi di Kota Medan, Selasa (19/4/2022).
Teropong.id – Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) mengapresiasi implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Medan melalui Perda KTR No 3 Tahun 2014 dalam gelaran acara AMTI Silaturahmi KTR Kota Medan dan Keseimbangan Pemenuhan Hak Kewajiban Konsumen, Selasa (19/4/2022).
Budidoyo, Ketua AMTI menjelaskan KTR Medan sudah sesuai dengan PP 109 Tahun 2012. Menurut Budidoyo, secara prinsip, implementasi peraturan daerah (Perda) harus mampu mengakomodir partisipasi, memuat asas keseimbangan dan keadilan.
“Apapun perda yang dibuat, termasuk Perda KTR Medan No 3 Tahun 2014 harus mampu memberikan solusi yang bisa diimplementasikan. Bila implementasi Perda KTR tidak seimbang, maka akan mempengaruhi ekosistem pertembakauan keseluruhan. Jangan sampai perda yang dibuat bersifat resisten, maka sudah tentu tidak efektif,” ujarnya saat membuka acara.
AMTI, lanjut Budidoyo, menyambut baik dan mengapresiasi peraturan daerah yang seimbang, karena hal tersebut memberikan  kepastian hukum dan kepastian iklim usaha termasuk bagi ekosistem pertembakauan.

“Kami dari  AMTI sangat mendukung lahirnya peraturan atau kebijakan yang lahir dari pemerintah. AMTI tidak anti regulasi, yang terpenting, prinsip keadilan dan keseimbangan harus dijunjung tinggi. Jangan sampai perda termasuk Perda KTR yang lahir,  tidak bersifat memenangkan atau mengalahkan satu  pihak. Pemerintah melalui Perda KTR harus mampu mengakomodir hal tersebut untuk mewujudkan tatanan kehidupan  bernegara dan bermasyarakat yang taat hukum dan konstitusi,” tegas Budidoyo.

Tentang penerapan Perda KTR Kota Medan, menurut Hananto Wibisono, Sekjen AMTI, bahwa pelaksanaan peraturan ataupun kebijakan jangan sampai bersifat terlalu menekan atau eksesif.

Sebab dalam praktiknya, penerapan KTR di beberapa daerah justru tidak berimbang, bahkan tidak berimbang. “Secara prinsip, penerapan KTR Kota Medan sudah baik. Jika memang belum sempurna, regulasi bukan berarti langsung direvisi. Namun harus dipertimbangkan secara matang. Sebagai contoh operasi yustisia, yang dalam pelaksanaannya lebih sering menyebarkan unsur ketakutan bukan kepatuhan,” ujar Hananto.

Ia menilai penerapan KTR yang baik memberikan ruang keseimbangan, bukan hanya bagi konsumen namun juga ekosistem pertembakauan dari hulu hingga hilir, seperti pabrikan, industri hingga pedagang.

“Perda KTR dalam praktiknya, harus bisa mengakomodir kebutuhan aktivitas pelaku ekonomi sampai konsumen. Pemerintah secara adil dan berimbang harus bisa mengakomodir ruang-ruang atau sarana yang aman dan nyaman, tidak hanya kepada satu pihak,” tegasnya.

Menanggapi keberimbangan hak kewajiban konsumen dalam pelaksanaan Perda KTR Medan, Padian Adi Siregar, Sekretaris Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK) Sumut menuturkan Perda KTR Kota Medan secara konsideran memang memuat unsur UU Perlindungan Konsumen.

“Secara keseluruhan Perda KTR Kota Medan sudah cukup baik. Dan, sepengamatan saya, termasuk secara histori, konsumen tembakau di Kota Medan ini, cukup banyak. Oleh karena itu ruang-ruang publik di tujuh poin KTR, implementasi atau good will-nya sudah baik. Memang perlu ada pendekatan humanis, termasuk membangun budaya kesadaran dan saling menghargai dalam penyediaan fasilitas ruang atau sarana bagi konsumen,” ujar Padian.

Implementasi Perda KTR Kota Medan, lanjut Padian, memang masih dihadapkan pada berbagai keterbatasan. Misalnya keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam penegakannya, seperti operasi yustisia yang kerap dilaksanakan oleh Satpol PP Medan.

“Ketika kita bicara pendekatan humanis dalam sebuah penerapan peraturan, tentu memang perlu ada sosialisasi dan edukasi. Selama ini sosialisasi memang mayoritas dalam bentuk signage, stiker atau banner. Namun terkait batasan, kejelasan atau definisi ruang-ruang publik dalam Perda KTR Kota Medan pada praktiknya masih dibutuhkan sosialisasi dan edukasi dengan pendekatan yang lebih baik lagi,” tambah Padian. (ri)

By Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *